maanfaatkan!!!! tanda pencarian di pojok atas atau label di bawah ini

Minggiran Art Festival

preMAFest

Geliat kehidupan masyarakat kota Yogyakarta di era teknologi informasi kini telah
memasuki dimensi pseudo realitas dalam proses komunikasi. Kehadiran perangkat pintar
dengan penawaran efisiensi dan efektivitas interaksi sosial telah memudarkan nilai serta pola
komunikasi yang dibangun atas dasar kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. Konsekuensi
atas jiwa zaman yang berkembang saat ini telah berdampak pada ruang-ruang publik yang
mulanya menjadi aset utama masyarakat untuk berinteraksi secara sosial. Tak hanya pola
interaksi yang dibangun secara verbal saja, namun juga secara visual (non-verbal). Kesadaran
serta sensitivitas untuk merawat ruang publik beserta fungsinya perlahan memudar dan
meninggalkan aset publik yang tak terawat. Hal ini seperti yang terlihat di lingkungan sekitar
kawasan Lapangan Suryodiningratan atau yang familiar dikenal oleh masyarakat sekitar
sebagai Lapangan Minggiran.
Secara visual pemandangan di sekitar Lapangan Minggiran terutama pada tembok-
tembok bangunan yang mengelilingi lapangan terdapat coretan-coretan liar tak terarah yang
secara teknis terkesan asal-asalan dalam proses penggarapannya. Pemandangan ini cukup
mengganggu, mengingat potensi besar yang dimiliki Lapangan Minggiran sebagai aset publik
yang memiliki fungsi bagi masyarakat sekitar. Selain itu kondisi ini pun cukup ironis bila
meninjau fakta bahwa kota Yogyakarta memiliki sejumlah besar pelaku seni jalanan dengan
karya-karya street art yang memiliki kapasitas untuk merespon serta menghias kawasan di
sekitar Lapangan Minggiran.
Kondisi ini yang kemudian menggerakkan kesadaran beberapa pelaku seni jalanan yang
tergabung dalam forum MAFest atau Minggiran Art Festival seperti Ismu.I, Prihatmoko Moki,
Enkankomr, Media Legal, Guerillas, Muck, Setsu, Oys, Yope, Love Hate Love, Nactman,
Tech, Anagard, dan Methodos. Tujuan kehadiran forum ini ialah untuk merespon serta
menghias kawasan di sekitar Lapangan Minggiran secara kolaboratif lewat karya mural,
graffiti, dan stensil. Realisasi kegiatan ini dimulai dengan konten acara bertajuk “preMAFest”
yang prosesnya dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 25 Maret 2017.
Tidak hanya perihal merespon serta menghias kawasan di sekitar Lapangan Minggiran
berdasarkan idealisme dari masing-masing pelaku semata, namun para pelaku pun menyadari
bahwa karya street art mampu berinteraksi dengan masyarakat di sekitar Lapangan Minggiran.
Pemikiran ini hadir atas pertimbangan bahwa street art merupakan sebuah gerak kebudayaan
lewat ‘tanda-tanda’ visual yang dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu
baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai sebuah gerak kebudayaan, pendekatan
kultural berdasarkan histori dari kawasan di sekitar Lapangan Minggiran ini sendiri dijadikan
sebagai landasan dalam proses visualisasi karya. Sehingga karya-karya yang diciptakan
mengandung nilai estetik serta mampu berinteraksi dengan masyarakat, dan pada akhirnya
memiliki kontribusi yang berkesinambungan atas aset publik Lapangan Minggiran secara
visual.

Komentar